LPPI UNISA besok pagi akan mempersembahkan Kajian Tematik Integrasi Agama dan Ilmu Pengetahuan dengan menghadirkan penulis buku best seller Ayat-Ayat Semesta, Agus Purwanto, D.Sc. Apa pentingnya acara tersebut bagi dosen Unisa? Ini mengingatkan saya pada sambutan Bu Rektor pada kegiatan refreshing AIK bagi dosen dan pertanyaan yang diajukan oleh Pak Ery Khusnal saat itu.
Satu bulan yang lalu, tepatnya di Hari Guru, seluruh dosen Unisa Yogyakarta mengikuti kegiatan Refreshing Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Acara yang dilangsungkan di Hall 4 Siti Baroroh Baried itu mengangkat tema “Reaktualisasi Nilai-nilai Islam Berkemajuan dalam Peningkatan Kualitas Kinerja dan Layanan”.
Ibu Rektor menyampaikan agar refreshing ini jangan dianggap beban. Informasi di WA itu (grup WA Dosen Unisa, pen) menjadi pegangan tidak hanya di grup tapi aktualisasinya tidak ada. Hari Guru juga berarti Hari Dosen. Jangan hanya terjebak pada rutinitas, pulang pergi, tanpa ada hal lain yang kita harapkan dan kita tuju.
Lebih lanjut Bu Rektor menyampaikan bahwa pendidikan konvensional akan ditinggalkan. “Transfer ilmu bisa saja dengan membaca, namun transfer nilai juga perlu. Mari dengan ringan hati dan ikhlas diikuti. Ini tidak lama, mohon dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Peluruhan kedisiplinan harus dihindari. Bila dibiasakan, hal-hal kecil, maka lama-lama akan ragu. UNISA adalah universitas unggul dan pilihan. Terus terang ini keprihatinan kita bersama. Mari sama-sama melihat apa yang sudah kita lakukan. Bukan hanya mengajar. Mengajar itu super. Scopus, scopus.. sebenarnya tidak hanya itu. Menjaga spiritualitas kita, akhlak kita, itu penting.”
Di sambutan terakhir Bu Rektor mengajak, “Mari bersama-sama ngecas. Kita bagian dari persyarikatan. Unisa bukan hanya tempat cari ma’isyah, lebih penting lagi peran kita sebagai manusia tentunya. Mari berbenah dan memperbaharui, dengan inovasi menghasilkan yang unggul, nilai spiritualitas yang tinggi, dalam bertindak dan berkata. Kita kembali merecharge, merevitalisasi, kebijakan yang ada di persyarikatan, juga niatan utk memperbaharui diri kita masing-masing.
Adapun pertanyaan Pak Ery Khusnal, waktu itu diajukan kepada narasumber, Bu Susilaningsih. “Semua ilmu yang bersumber dari barat adalah sekuler. Teks semua barat. Di UNISA mau seperti apa? Caranya bagaimana ? Yang terjadi kini baru ayatisasi pada tugas skripsi. Kesannya memperkosa ayat. Berwawasan islam dalam keilmuan itu bagaimana?”
Bu Susilaningsih menjawab, “Di buku Pak Kunto disebutkan, kita tidak bisa menolak ilmu dari barat. Ya seperti itu orientasinya. Bukan berarti tidak bisa kita pakai. Kalau diserasikan ya harus diintegrasikan.”
Sebelumnya, Bu Sus menyampaikan alasan mengapa kita harus berdakwah. Tagline “Profesional Qurani” itu sudah benar. Harapannya kita bisa mengajak kepada kebaikan, bisa mencegah keburukan, mengajak pada keimanan. Ini ilmu profetik, kenabian. Diperlukan sikap tu’minu billah. Perguruan tinggi yang mengembangkan ilmu, sumbernya dari filsafat. Sekuler sering menafikan masalah-masalah ketuhanan. Itu sunnatullah. Dua hal yg berbeda akan menyebabkan split personality. Di Aisyiyah, dosen diharapkan komit pada nilai-nilai keislaman dan tidak lepas dari keilmuan.
Sambutan Bu Rektor, uraian Bu Sus dan pertanyaan Pak Ery memotivasi kita untuk mengkaji kembali Alquran dalam kehidupan dan profesi kita. Semoga Allah ringankan langkah kita menghadiri majelis ilmu, menuju UNISA kampus berwawasan kesehatan, pilihan dan unggul berbasis nilai-nilai Islam Berkemajuan. []
Yogyakarta, 22 Desember 2017