Pilih Laman

Akhir-akhir ini, baik media lokal maupun asing menyoroti polusi udara di Indonesia. Di tahun 2020,  hasil Air Quality Life Index (AQLI)  menyatakan bahwa Indonesia masuk dalam 10 besar negara yang memiliki pencemaran paling tinggi di dunia. Data terbaru dari riset tersebut menyatakan bahwa  hampir seluruh penduduk Indonesia tinggal di wilayah dengan tingkat rata-rata  konsentrasi materi partikulat (PM) per tahun melebihi standar WHO. Polutan lain dapat berasal dari Ozon (O3), Sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), Karbon monoksida (CO), serta timbal.  Hal ini menggambarkan bahwa kita tidak hanya menghirup oksigen, namun juga  menghirup barang  berbahaya yang tak kasat mata.

Partikulat sangat kecil, bisa berbentuk debu, asap jelaga dan kotoran yang terbentuk dari emisi pembakaran bensin, minyak, bahan bakar dan kayu. Selain itu, sumber polutan juga ditemukan di tempat pembangunan, pembuangan sampah, pertanian, kebakaran hutan. Bahan tersebut terhirup melalui hidung menuju ke paru-paru. Polutan udara yang terhirup dapat mengiritasi saluran pernapasan dan menyebabkan sesak nafas, batuk, mengi, serangan asma serta nyeri dada. Paparan polusi yang terus menerus juga meningkatkan risiko penyakit kronis seperti Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), Serangan Jantung, Stroke dan kematian dini. Polusi udara  juga dapat menurunkan fungsi kognitif dan dimensia/pikun pada lansia. Data dari AQLI juga menyebutkan bahwa polusi berbahan materi partikulat dapat menurunkan usia  harapan hidup (UHH) 1,4 tahun pada usia rata-rata penduduk Indonesia. Di lain pihak, UHH pada penyakit diabetes dan infeksi ginjal yang merupakan beban kesehatan Indonesia   lebih rendah dibandang efek dari polusi udara, 1,2 tahun.

Mencegah meningkatnya polusi udara tentu diperlukan tatanan dan kebijakan yang sistematis baik pemerintah hingga warga Masyarakat. Pengurangan polusi dapat memberikan dampak yang positif bagi kesehatan serta meningkatkan usia harapan hidup. Apakah pola makan turut memberikan kontribusi pencegahan penyakit karena polusi? Tentu saja jawabnnya benar sekali.

Pajanan polutan dapat menimbulkan perubahan molekul dalam tubuh dan perjalanan/ pathogenesis penyakit karena stress oksidatif. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa gen  yang terlibat dalam stress oksidatif memiliki kerentanan terhadap Ozon, sehingga berpotensi terhdap perkembangan asma. Konsumsi suplemen antioksidan dapat memberikan perlindungan terhadap paparan. Bahan polutan merupakan sumber  radikal bebas. Jika radikal bebas jumlahnya lebih tinggi dari antioksidn dalam tubuh, terbentuklah stress oksidatif. Analoginya,  radikal bebas adalah suatu zat yang hidupnya harus memiliki pasangan agar berfungsi baik, pasangannya adalah antioksidan. Jika sendirian tanpa memiliki pasangan akan menimbulkan efek berbahaya. Jumlah radikal bebas yang tinggi dan tidak diimbangi dengan konsumsi antioksidan yang cukup dapat terbentuk stress oksidatif. Oleh karena itu makanan sumber antioksidan diperlukan untuk pencegahan stress oksidatif. Selain antioksidan, makanan dengan sumber protein  dan lemak yang baik akan meningkatkan sistem imun dalam tubuh dalam mencegah terjadinya peradangan/inflamasi.

Pengaturan makan dengan gizi seimbang memiliki beragam manfaat  sebagai sumber energi, mempertahankan sistem kekebalan tubuh, memperbaiki sel yang rusak  dan proses perkembangan tubuh. Isi-Piringku yang menggambarkan porsi untuk makanan pokok, lauk nabati, lauk hewani serta sayuran dan buah, telah didesain untuk menunjang hidup yang sehat. Porsi sayuran dan buah setengah dari isi piring sednagkan separuh sisanya adalah makanan pokok dan lauk pauk. Dalam sehari, jumlah konsumsi makanan pokok adalah 3-4 porsi, sayuran 3-4 porsi, buah sebanyak 2-3 porsi serta  lauk nabati dan hewani 2-3 porsi. Isi piringku juga menekankan untuk membatasi konsumsi gula, garam dan minyak. Sayuran, buah, kacang-kacangan, ikan juga merupakan contoh makanan kaya antioksidan, tidak meningkatkan produksi radikal bebas sehingga memiliki manfaat sebagai anti peradangan/anti inflamasi. Sumber lemak baik omega 3 akan menurunkan respon peradangan. Begitupula kandungan vitamin C, E dan polifenol dapat meningkatkan peran antioksidan dalam tubuh.  Sebaliknya makanan yang tinggi lemak, tinggi karbohidrat sederhana (gula) dan makanan cepat saji merupakan contoh makanan pro inflammatory. Lemak jenis trans pada sumber lemak jahat dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat. Konsumsi gula sederhana yang berlebihan akan menyebabkan hiperglikemia, stress oksidatif dan meningkatkan inflamasi pada tubuh.