Pilih Laman

Kepergian Pak Mohammad Nadjikh terasa begitu cepat. Anak saya bertanya, “Itu Pak Nadjikh yang pernah Ibu ceritakan?” “Benar, Nak..” jawab saya. Di berbagai grup whatsapp yang ada, mulai Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah Banyuraden, Dosen UNISA Yogyakarta, Alumni Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM/IRM), Asosiasi Lembaga Al-Islam Kemuhammadiyahan Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah, Komunitas Menulis “Sahabat Pena Kita”, tampak rasa duka mendalam karena kepergian Pak Nadjikh.
Tulisan Yuswohady, pakar marketing, terkait tentang Almarhum Pak Nadjikh berjudul “NADJIKHNOMIC” banyak dishare oleh teman-teman di grup whatsapp. Saya menangkap bahwa tulisan Yuswohady tersebut mewakili suara hati yang membagikannya. Namun demikian, saya sedang mendidik diri untuk tidak berhenti pada aktivitas membaca. Saya harus belajar menulis. Menulis apa yang saya rasakan, apa yang saya dengarkan, apa yang saya pikirkan. Ya, Pak Nadjikh adalah sebagaimana yang dituliskan Yuswohady.
Mengapa saya katakana demikian? Karena kebetulan beberapa waktu lalu, Pak Nadjikh sempat diundang kampus kami, Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, untuk ceramah kepada kami semua segenap pegawai UNISA. Di Hall 4 Prof. Siti Baroroh Baried waktu itu, beliau menyampaikan pengalaman beliau. Ya, sebagaimana yang ditulis Yuswohady berikut ini:
“Bagi saya Pak nadjikh adalah sosok giving leader hebat yang populasinya langka di negeri ini. Latar belakangnya yang berasal dari keluarga penjual ikan miskin di Gresik dan pola hidup prihatin sejak kecil (saat kuliah di IPB, ayahnya meninggal dan ia harus menggantikan sang ayah untuk mengasuh tujuh adiknya) telah menempa dan membentuk karakter Pak Nadjikh menjadi entrepreneur yang ulet dan mementingkan banyak orang, tidak selfish. Misi hidupnya Cuma satu, membawa kemanfaatan kepada banyak orang.”
Ya, begitulah sosok Pak Nadjikh. Waktu itu di UNISA, beliau juga menyampaikan bagaimana upayanya meyakinkan ibunya dan juga istrinya bahwa mereka akan memiliki rumah dengan cara baru, cara mudah, cara yang mengikuti jaman. Kumpulkan uang dulu, maka memiliki rumah bisa dilakukan dalam hitungan menit. Tidak harus dengan cara lama, yaitu menyiapkan batu bata dulu. Lain waktu kalau ada rejeki, beli semen. Ada rejeki lagi beli genteng. Lama Pak Nadjikh harus bekerja keras untuk meyakinkan hal ini. Saya kira perjuangan Pak Nadjikh ini unik. Benar, namun memang semacam itulah kendala yang seringkali kita hadapi dalam keluarga. Pak Nadjikh tidak membahasnya dalam diskusi, namun beliau berjanji dalam hatinya dan mewujudkannya dalam kerja nyata.
“Ngopeni yang Kecil” juga dilihat secara khusus oleh Yuswohady. “Yang paling menarik saya dari sosok Nadjikh adalah niat ingsung di balik ia berbisnis..” demikian tulisnya. Kemudian Yuswohady menguraikannya panjang lebar, sampai ia menyebutnya “Nadjikhnomic”, yaitu model bisnis kemitraan pelaku ekonomi besar dan gurem ala pak Nadjikh.
Ternyata Dahlan Iskan pun menulis tentang Pak Nadjikh. Judulnya “Tiba-tiba Tiada.” Membaca uraian Dahlan Iskan, menambah keyakinan saya tentang Pak Nadjikh. Apa yang menarik dari tulisan Pak Dahlan Iskan?
“Betul. Yang meninggal ini teman baik saya. Sesama pengusaha. Hanya saja ia pengusaha besar sekali. Namanya: Mohammad Nadjikh. Umur: 55 tahun. Bidang usaha: Perikanan. Ia tokoh Muhammadiyah. Jabatannya saat ini: Ketua Bidang Perekonomian Pengurus Pusat Muhammadiyah. Ia alumnus Institut Pertanian Bogor, IPB. Yang sekarang menjadi salah satu anggota wali amanat di universitas itu. Saya selalu hormat padanya—biar pun saya lebih tua. Kalau ia minta sesuatu saya tidak bisa menolak.” Demikian tulis Dahlan Iskan.
Hati saya miris membacanya. Memaksa saya untuk merenungkan kembali sosok Pak Nadjikh yang pernah datang ke UNISA Yogya beberapa waktu lalu. Memaksa saya untuk mempertanyakan kembali hakikat dan makna bermuhammadiyah.
Pak Dahlan Iskan pun menuliskan “Saya memang dikirimi fotonya segala. Foto rumah besar yang didatangi polisi dan ambulans. Tapi saya tetap tidak kepo. Termasuk ketika pembicaraan mereka sampai pada: virus sudah masuk ke Graha Famili. Graha Famili adalah salah satu kompleks perumahan termahal di Surabaya—terutama yang di sekitar lapangan golf. Bahkan saya tidak tahu kalau Nadjikh sudah pindah ke situ… Tapi saya sama sekali tidak menyangka kalau foto rumah yang beredar itu adalah rumah barunya Nadjikh. Saya menyesal tidak kepo. Saya tidak menyangka.”
Sampai di sini, saya tidak menahan tangis ini. Sebagaimana yang Pak Nadjikh sampaikan di kampus kami UNISA beberapa waktu lalu, saya yakin bahwa Graha Famili adalah rumah yang pernah beliau janjikan pada Bu Asnah ibunya dan Titik Widajati istrinya. Saya bisa membayangkan bahagianya Pak Nadjikh akhirnya berhasil mewujudkan impiannya itu. Membahagiakan ibu dan istrinya dengan caranya yang berbeda.
“Akhirnya dia menikah. Acaranya amat sederhana. Saya yang melamarkan kepada calon mertuanya. Saya yang khutbah nikah. Dia mempersunting Titik Widajati, dokter hewan, gadis berkulit kuning langsat dari Jalan Jolotunda Surabaya. Kini mereka dikaruniai anak: tiga putra dan satu putri.” Demikian tulis Ustadz Nur Cholis Huda, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
Hati, fikiran dan perasaan saya bertanya dan bertanya. Tentu bukan kebetulan Pak Nadjikh hadir di kampus kami UNISA Yogyakarta, kampus perempuan pertama di Indonesia. Para pimpinan dan pemangku kebijakan di kampus kami juga seringkali menyampaikan pada para pegawai tentang pentingnya komitmen pada persyarikatan. Saya kira, nilai-nilai moral yang diyakini Pak Nadjikh itulah nilai karakter yang musti kami teladani, kami aplikasikan dalam kehidupan kampus.
Bu Rektor sendiri yang mengumumkan di grup whatsapp Dosen UNISA. “Dapat kabar duka dari dr Suko Rektor UMS: Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Telah meninggal dunia Ketua MEK PP Muhammadiyah dan salah satu tokoh besar perikanan Indonesia –Bapak Muhammad Nadjikh (CEO PT Kelola Mina Laut) pada hari ini Jumat, 17 April 2020 pukul 10.00 WIB. Mohon doa dari semuanya. Semoga husnul khatimah dana mal ibadahnya diterima Allah SWT.”

Makjleb.

Kami semua berduka. Kita semua kehilangan sosok teladan. Pak Nadjikh adalah profil kader persyarikatan, kader umat dan kader bangsa. Saya bangga pada pak Nadjikh. Beliau Muhammadiyah dan tetap istiqamah memberdayakan ekonomi umat. Sebagaimana disampaikan Pak AR bahwa bermuhammadiyah itu hakikatnya berislam. Sebagaimana juga lagunya “Al-Islam agamaku, Muhammadiyah gerakanku.”

REFLEKSI KARAKTER BAGI PENGEMBANGAN PTMA

Kepergian pak Nadjikh karena terpapar covid-19 adalah sebuah kenyataan. Pedih terasa. Work From Home adalah ikhtiar dunia pendidikan untuk mengatasi penyebaran virus ini. Setelah lockdown, pemerintah pun memberlakukan PSBB, pembatasan social berskala besar. Berbagai keprihatinan ini sudah saatnya mendongkrak kesadaran kita untuk kembali kepada Sang Pencipta. Merenungkan kembali misi kita hidup di dunia.
Kita semua terdampak adanya covid-19. Dosen, karyawan, mahasiswa, pak satpam, cleaning service, tukang taman, pedagang kantin, ptugas took, juru parkir, maupun para pemasok makanan di kantin kampus.
Sejak dinyatakan kampus untuk WFH per 18 Maret 2020 dengan surat Rektor no 296/ UNISA/ Au/ III/ 2020, hingga saat ini, ada 9 kuesioner yang saya isi terkait covid-19 ini, baik pemahaman tentang covid, pembelajaran, work from home, physical distancing, dampak psikologis, hingga mudik lebaran.
Bagi kita yang berkhidmat di persyarikatan ini melalui perguruan tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah, sudah saatnya mengkaji ulang Muhammadiyah sebagaimana yang difahami oleh Pak Nadjikh.
Yuswohady menuliskan “ Saat ini bisnis KML didukung oleh 600 UKM (pengepul) dan 125 ribu nelayan di sepanjang perairan Nusantara mulai dari Gresik, Madura, Makassar, Kendari, hingga Ambon.” Saya yakin, para pengepul dan para nelayan itu mau bekerjasama dengan Pak Nadjikh karena Pak Nadjikh memberikan kepada mereka jalan-jalan penghidupan yang mencerahkan, memerdekakan.

MUNGKINKAH DUNIA PENDIDIKAN BERKACA PADA SUKSES PAK NADJIKH?

“Wahai orang-orang yang beriman. Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih? Yaitu kamu beriman kepada Allah dan rasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui. Niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dank e tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘And. Itulah kemenangan yang agung.” (QS Ash Shaf (61): 10-12)

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al-Qur’an), mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang telah Kami anugerahkan kepada mereka, dengan diam maupun terang-terangan,mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS Fathir (35): 29-30).

GERAKAN PEREMPUAN DAN PEMBERSIHAN DIRI

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al-Ahzab (33): 35).

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al-Jatsiyah (45): 23).

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS Al-A’la (87): 14-17).

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang batil), dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. Janganlah (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan berturut-turut, dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris. Pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam, dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya” (Al-Fajr (89): 17-23).

“Dia mengatakan, “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku ini. Maka pada hari itu tiada seorang pun yang menyiksa seperti siksaNya. Dan tiada seorang pun yang mengikat seperti ikatanNya. Hai jiwa yang tenang. Kembalilah pada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu. Masuklah ke dalam surgaKu.” (Al-Fajr (89): 24-30).

Yogyakarta, 19 April 2020

Sri Lestari Linawati adalah Dosen Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, Pembina UKM Hizbul Wathan Kafilah UNISA, Pengelola Asrama Mahasiswa UNISA dan Pengurus Asosiasi Lembaga Al-Islam Kemuhammadiyahan Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (ALAIK PTMA).