Pilih Laman

Dukung Sultan Perhatikan Keluarga Tangani Klithih

“Cara terbaik untuk membuat anak-anak betah di rumah adalah menciptakan suasana yang menyenangkan dan jauh dari kejenuhan.” (Dorothy Parker)

Headline news Kedaulatan Rakyat Selasa, 14 Januari 2020 tentang “Penanganan Klithih Menyasar Keluarga: Sultan Akan Bentuk Pokja”. Meski beberapa waktu lalu pernah terjadi dan diulas, namun persoalan klithih masih kembali mencuat.

Berita itu dimulai dengan penyampaian bahwa persoalan klithih tidak akan bisa hilang atau ditangani secara tuntas, apabila akar masalah dari lingkungan keluarga tidak tertangani. Mayoritas pelaku merupakan anak dari keluarga bermasalah seperti ‘broken home’. Penanganannya harus lintas sector.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan, Pemda DIY akan mengupayakan pembentukan kelompok kerja (Pokja) dalam upaya memberantas aksi klithih dengan menguatkan ketahanan keluarga.

Dari persoalan klithih ini kita dihentakkan tentang pentingnya ketahanan keluarga. Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang dibangun atas dasar cinta dan kasih sayang. Cinta dan kasih sayang itu akan melahirkan sikap-sikap saling menghormati, saling menolong, saling melengkapi, saling menyempurnakan. Tidak terpenuhinya rasa cinta dan kasih sayang yang melahirkan sikap saling tersebut, akan menyebabkan timbulnya masalah-masalah di dalam keluarga.

Masalah pertama yang akan muncul dalam keluarga adalah perbedaan antara suami dan istri. Banyak orang menganggap bahwa yang namanya kebahagiaan suami istri adalah ketika suami sama persis dengan istri. Padahal sejatinya keharmonisan suami istri itu terletak pada pemahaman terhadap perbedaannya. Inilah hakikat pernikahan yang sesungguhnya. Istri memerlukan suami, suami pun memerlukan istri. Tiap pribadi perlu memahami kelebihan dan kekurangan pribadi masing-masing. Untuk apa? Agar tiap pribadi dapat berbuat yang terbaik yang diperlukan pasangannya.

Masalah kedua yang mungkin muncul dalam keluarga adalah kehadiran keluarga besar. Hal ini mendasar sifatnya. Pernikahan mustilah difahami bukan hanya antara dua orang saja, lelaki dan perempuan, namun juga pertautan hati antara dua keluarga, yaitu keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Keduanya akan bisa menjalin hubungan harmonis ketika tiap pihak memahami budaya yang dianut. Suami dan istrilah yang bertugas mempererat hubungan itu, bukan justru menjauhkan.

Dampak hubungan harmonis dua keluarga akan sangat terasa ketika anak-anak terlahir dari pasangan suami istri. Anak tidak saja dikenalkan hormat pada ayah ibu, namun juga berkasih sayang pada keluarga ayah dan juga keluarga ibu. Pada waktu liburan atau lebaran Idul Fitri merupakan waktu-waktu istimewa untuk mempererat hubungan ini. Tak semudah membalik telapak tangan memang, terutama bila suami dan istri asalnya berjauhan, yang untuk mencapainya musti menempuh perjalanan darat selama berjam-jam. Menjaga kesehatannya, menjaga keceriaannya, dan kecerdasannya merupakan hal utama dilakukan.

Persoalan komunikasi dalam keluarga yang disebutkan di atas mengingatkan kita pada 4 hak anak. Satu, anak memilikihak hidup. Setiap janin perlu dijaga agar dia dapat lahir dengan baik. Dua, anak memiliki hak untuk tumbuh. Ketika seorang anak lahir, maka tugas kedua orang tuanyalah yang memberinya dia makan dan minum. ASI musti diberikan. Ketercukupan gizi anak perlu diperhatikan.

Hak anak ketiga yaitu hak berkembang. Selain memberi anak makan, orang tua perlu memberinya stimulasi-stimulasi pada perkembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Sel otak yang distimulasi dengan baik akan menyebabkan percepatan sel sarafnya. Sebaliknya, apabila tidak distimulasi, akan menyebabkan sel saraf patah yang berdampak pada keterlambatan periode berikutnya.

Hak anak keempat adalah hak berbicara. Penting bagi ibu dan bapak untuk selalu mengajak anaknya dialog. Kisah percakapan Ibrahim dan putranya Ismail adalah tauladan yang musti kita kaji secara mendalam. Ibrahim bertanya pada Sang Putra, “Wahai anakku, aku melihat dalam mimpiku aku menyembelihmu. Bagaimanakah menurut pendapatmu?” Sang Putra menjawab, “Laksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Insyaallah Ayah akan mendapatiku sebagai orang yang sabar.”

Dalam konteks komunikasi, kita dapat melihat betapa indahnya jalinan komunikasi keduanya. Ibrahim adalah sosok bapak yang bijak, bukan semena-mena pada anaknya. Bila bapaknya arogan, mungkin saja sang bapak mengatakan, “Sini, Nak, aku akan menyembelihmu.” Si anak pun bisa saja menjawab, “Bapak ini apa-apaan? Gila po mau menyembelih anak sendiri?”

Ada sebuah ketulusan pada tiap pribadi bapak dan anak tersebut. Satu saja kesamaannya, yaitu kepasrahannya pada Sang Pencipta. Nah, keadaan tersebut tentulah bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba, namun dibangun secara bertahap sesuai dengan masa pertumbuhan anak. Masa perkembangan anak balita tentu sangat membutuhkan perhatian dan bantuan kedua orang tuanya. Pada masa remaja awal, remaja akhir dan dewasa juga membutuhkan perhatian yang berbeda. Pada usia remaja, anak lebih mendengarkan kata temannya.

Perkembangan remaja ini perlu disadari dan difahami oleh orang tua. Ketidakfahaman orang tua pada masa perkembangan remaja ini akan menyebabkan kerenggangan psikologis anak dan orang tua. Anak lebih mendengarkan apapun yang dikatakan teman, namun orang tua tersinggung karena merasa tidak dihormati anak. Hal ini menyebabkan tumbuhnya benih masalah pada anak dan orang tua.

Inilah pentingnya pendidikan anak usia dini, usia nol hingga 6 tahun. Stimulasi yang diberikan sesuai dengan usia anak adalah upaya memberikan hak perkembangan anak. Anak yang mendapatkan stimulasi ini akan tumbuh lebih mandiri dan percaya diri. Kecerdasannya pun akan berkembang secara bertahap dan pelan-pelan.

Sebaliknya, apabila anak hanya didiamkan saja dengan dalih “besok gede sendiri, ngerti sendiri” itu tidak benar. Tidak ada sesuatu yang terjadi tiba-tiba, termasuk juga kecerdasan dan kemandirian. Hanya kesediaan memberikan stimulasilah yang akan merubah segalanya. Pekerjaan ini memang tidak mudah. Membutuhkan kesabaran dan ketlatenan. Mengapa? Karena anak memang awalnya hanya bisa menangis. Tidak bisa mengatakan apapun. Ibu bapaknyalah yang musti memahami arti tangis anak. Di tangan ibu bapaklah pembentukan karakter anak dimulai. Inilah makna bahwa keluarga adalah sekolah pertama dan utama bagi anak.

Bagaimana bila sang ibu harus bekerja? Musti ada pihak yang membantu pelaksanaan tugas ibu, dialah surrogate mother, ibu pengganti. Ibu pengganti ini mulia juga tugasnya. Persoalannya adalah masyarakat masih memandang rendah pekerjaan surrogate mother dan memandang sebelah mata. Dampaknya adalah pembayaran rendah pada tugas mereka. Yang lebih parah adalah menyamakan tugas surrogate mother dengan tugas pembantu rumah tangga. Mereka layak disuruh ini itu untuk memenuhi kebutuhan sang anak, kapanpun ibu dan bapak membutuhkannya. Inilah ketimpangan yang masih terjadi dalam masyarakat kita.

Ketika anak mulai sekolah, anak dihadapkan pada system pendidikan Indonesia dengan seabrek kurikulum yang musti dicapai. TK, SD, SMP, hingga SMA, anak dipaksa menelan mentah apa yang diberikan guru. Seakan semua kebenaran adalah apa yang dikatakan guru. Jarang dibangun sikap diskusi dan musyawarah. Anak didik menjadi tidak terbiasa mengemukakan pendapat. Tak jarang pendapatnya direndahkan atau bahkan disingkirkan. Akibatnya anak enggan lagi bersuara.

Indonesia adalah negara kesatuan republic Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan suku-suku. Artinya, keragaman itu penting dan strategis untuk diajarkan pada anak-anak kita. Hanya pemahaman terhadap keragaman itulah yang akan mengantarkan sikap saling menghormati, saling mendukung dan saling menyempurnakan. Masih banyak agenda kita untuk memajukan anak-anak bangsa. Persatuan dan perdamaian itu dari kitalah yang akan mewujudkan. Siapa pun kita, di mana pun kita berada, mari kita jaga keluarga kita. Bangun budaya komunikasi dan saling menghormati, dimulai dari keluarga. Pendidikan sebaik apapun, anak kita selalu merindukan kedamaian keluarga. Jangan biarkan jiwanya hampa. Kosong tiada daya dan cita hanya akan menyebabkan anak lari mencari suatu yang tak pasti.

Mari bersama bangkit! Tidak ada kata terlambat untuk memulai.

Keluarga, marilah wujudkan kedamaiannya. Masyarakat, mulailah beri perhatian pada kesatuan keluarga-keluarga. Pendidikan, galilah potensi-potensi baik dalam diri anak didik. Sajikan kegiatan-kegiatan menarik yang menggugah potensi, minat dan bakat anak. Negara, mulailah serius dan penuh ketulusan memajukan Indonesia ke arah yang lebih baik. UUD 1945 adalah panduan kita bersama. Hanya kesucian niat dan tekad yang akan mampu membawa Indonesia kepada kemajuan dan kejayaan bangsa.

Klithih, sebagaimana penyakit social lainnya, saya yakin dapat kita tangani, akan sembuh, apabila secara bersama kita berupaya mengatasinya. Tak perlu menuding siapa-siapa. Kita hanya perlu bertanya pada diri sendiri, sudahkah kita ikut berperan mengatasi persoalan klithih?

Sesampai rumah nanti, sapalah anak dan istri/ suami Anda. Luangkan waktu sejenak untuk makan bersama dan shalat berjamaah bersama segenap anggota keluarga. Jangan buru-buru pergi kerja bakti atau ronda kampung. Pastikan anak dan istri telah kita ajak diskusi tentang pengalaman berharga yang didapatkan hari ini. Dengan langkah kecil semacam inilah, kita atasi persoalan klithih ini. Inilah hakikat pokja yang sebenarnya. Tebarkan salam. Tebarkan perdamaian. Salam semangat!

Yogyakarta, 15 Januari 2020

Sri Lestari Linawati, S.S., M.S.I. adalah Dosen UNISA (Universitas ‘Aisyiyah) Yogyakarta.

Laporan Pentas Kreativitas dan Santunan Anak Yatim Dhuafa Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah Banyuraden

Pagi yang cerah, Bu Atyk ke rumah untuk menyampaikan laporan kegiatan “Pentas Kreativitas dan Santunan Anak Yatim oleh ‘Aisyiyah Ranting Banyuraden”. Dua institusi yang akan diserahi laporan adalah STPN (Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional) dan UNISA (Universitas ‘Aisyiyah) Yogyakarta.

Pertama saya menuju ke STPN. Setelah melapor ke Pos Satpam dan meninggalkan identitas KTP, saya diberi cocard “Tamu” dan diberi petunjuk arah ruang Pak Bambang Suharto. Menuju ruang Pak Bambang, saya bertemu beberapa mahasiswa dan mahasiswi STPN. Dengan ramah mereka menyapa, “Siang, Bu..”

Memasuki ruang yang terletak di belakang aula STPN, segera saya menemui resepsionis. “Assalamu’alaikum, Bu.. Saya Lina dari ‘Aisyiyah Ranting Banyuraden mau menemui Pak Bambang Suharto, Kepala Keuangan, untuk menyerahkan laporan kegiatan santunan yang telah dibantu oleh STPN.” Dua orang ibu resepsionis dengan sigap dan senyum segera mempersilakan saya naik ke ruang Pak Bambang, “Monggo, Bu, naik saja.” Alhamdulillah..

Saat membalikkan badan hendak menaiki tangga, ternyata ada Pak Bambang dari ruang sebelah, hendak naik ke ruangan. Alhamdulillah, tentu saja saya senang. Pertama saya menyampaikan salam Ketua Panitia Pentas Kreativitas dan Santunan Anak Yatim dan ucapan terima kasih segenap panitia. Setelah lembar penyerahan laporan ditulis “Kepada Ketua STPN di Yogyakarta”, laporan segera saya sampaikan kepada Ketua STPN melalui Pak Bambang Suharto, Kepala Keuangan.

Kami sampaikan ulasan singkat tentang acara tersebut, sebagaimana tertulis dalam laporan. Pak Bambang manggut-manggut dan tersenyum, “Alhamdulillah, semoga bermanfaat. Ini juga masukan untuk kami untuk penyelenggaraan program RDK (Ramadhan Di Kampus).”

Sesampai di UNISA Yogyakarta, laporan kegiatan segera saya sampaikan Bu Indah Staf Rektorat. Beliau berjanji untuk meneruskannya ke Bu Fatma Bendahara. Tidak lupa di alamat surat ditulis “Kepada Ibu Rektor UNISA Yogyakarta”.

Ada rasa bahagia menyelimuti saat amanah yang diberikan telah dapat kita tunaikan. Semoga Allah mencatat tiap upaya dan ikhtiar kita sebagai amal shalih, amin.. Bahagia karena akhirnya kegiatan pentas kreativitas berjalan dengan lancar dan sukses. Bahagia karena akhirnya laporan kegiatan sudah jadi. Lega. Banyak pelajaran yang kami dapatkan sejak persiapan, pelaksanaan, hingga laporan ini disajikan. Kebersamaan ibu-ibu anggota ‘Aisyiyah di Ranting Banyuraden cukup bagus dan dinamis. Mengajarkan pada saya bahwa penting merawat kebersamaan guna kelangsungan kehidupan Muhammadiyah/ ‘Aisyiyah di ranting.

Terhadap anak yatim dan dhuafa di lingkungan Banyuraden, pentas kreativitas yang baru kali ini dicoba tampilkan, cukup menarik. Memang belum semua anak yang mengikuti. Baru ada beberapa anak. Namun itu sudah cukup bagus sebagai awal yang baik. Ada da’I cilik yang jadi juara 1 tingkat kabupaten Sleman. Ada menyanyi bersama Mars ‘Aisyiyah. Ada pula yang menampilkan tarian. Mereka dilatih oleh Bu Bu Dyah Widiastuti, tim ‘Aisyiyah Banyuraden dan teman-teman RBK (Rumah Baca Komunitas). Saat pagi dandan pun, partisipasi ibu-ibu ‘Aisyiyah Ranting Banyuraden patut diacungi jempol. Bu Sofi Hilman dan rekan-rekan datang pagi buta untuk mendandani satu satu peserta yang akan tampil. Walhasil, acara sukses dan lancar. Alhamdulillah.

Sri Lestari Linawati adalah dosen UNISA Yogyakarta, pegiat literasi dan anggota Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah Banyuraden.

Pengajian Dasawisma Pundung RT 08

Ahad malam saya dihubungi Pak Ovi PRM Mlangi, “Assalamu’alaikum. Bu Lina, mbok saya minta tolong. Besok siang bu Lina memberi pengajian ibu-ibu dasa wiswa 50 orang. Jam 14.00 di Rt 08 Pundung.”

Karena yang meminta adalah tetangga dekat Unisa, maka segera saya iyakan, “Wa’alaikum salam. Nggih, Pak Ovi, insyaallah.” Saya yakin ikhtiar ini akan membaikkan hubungan Unisa Yogyakarta dengan masyarakat sekitar, itu saja, karenanya tidak akan saya tolak.

“Materi?” tanya saya. Pak Ovi menjawab, “Bebas”.

Saya bertanya lagi, “Ten dalemipun sinten, Pak?” Pak Ovi pun menjawab,
“Bu waring. Barat tempat saya, pojok barat utara asrama. Matur nuwun.”

Pada.hari dan jam yang ditentukan, segera saya meluncur ke lokasi. Berhubung saya belum hafal daerah Pundung, maka sempat keliling kampung.. haha.. Tak apa. Asyik saja, meski sedikit _gobyos_.

Sesampai di rumah Bu Waring, Bu Daroyah langsung mempersilakan saya menyampaikan isian.

Saya meminta hadirin menyanyikan sekali lagi shalawat yang dilantunkan di awal pertemuan. Bu Daroyah menjelaskan bahwa kita musti bershalawat atas Nabi kita sebagaimana pesan Al-Qur’an.

Nah,
materi saya mengajak hadirin memahami makna shalawat tersebut yang notabene berbahasa Arab. Menarik diskusi kecil kami sore itu. “Yach.. intinya bershalawat,” tanggapan seorang ibu. Arti per kalimat? Tidak tahu.

Saya mulai mengajak ibu-ibu melihat pariwisata Bali. Tari Kecak yang jadi salah satu ikon pariwisata Bali kan kegiatan ritual. Pertanyaannya, mengapa kita melakukan ibadah ritual namun tidak mampu muncul sebagai ikon wisata sebagaimana halnya Bali? Mulai ramai para ibu berbisik. Seorang ibu menanggapi, “Ibadah kan memang tidak untuk dipertontonkan?”

Alhamdulillah, saya suka dengan diskusi itu. Benar, ibadah tidak untuk dipertontonkan. Saya hanya ingin mengajak ibu-ibu faham dengan apa yang ibu katakan, senandungkan. Saya coba bandingkan dengan lagu berbahasa Indonesia dan berbahasa Jawa. Ibu-ibu pun komentar, “Wah… bagus..”

Wajah sumringah mulai menghiasi wajah ibu-ibu. Saya bersyukur. “Ya, Ibu-ibu.. Mengapa itu terjadi? Karena bahasa Arab memang bukan bahasa ibu kita. Itu bahasa asing bagi kita, maka kita wajib mempelajarinya. Bagaimana Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bisa kita amalkan apabila kita tidak faham apa artinya? Motor kita tidak akan bisa berjalan bila bensinnya tidak ada, seperti itulah ibaratnya. Hadirin pun manggut-manggut puas.

“Kulo niku pun tuwo, pun mboten saget..,” kata seorang simbah. Saya sampaikan, “Simbah, bukankah kita dituntunkan untuk belajar sejak buaian hingga liang lahat?” Simbah pun memgingat kembali ajaran yang diyakininya itu, kemudian beliau pun menganggukkan kepala.

Usai acara dasawisma, saya mampir ke asrama Unisa yang letaknya berdekatan. Bakda maghrib, saya sempatkan diskusi kecil dengan mahasiswa asrama, yaitu hal doa khusyuk dan praktek kultum. Mereka tampak antusias.

Ternyata usai isya’ yang akan mengisi materi adalah Bu Warsiti Rektor Unisa Yogyakarta. Saya bahagia berkesempatan bisa tatap muka dengan beliau.

Ibadah kita lakukan dengan optimal. Kita berharap agar kita mampu menjadi pribadi takwa, yang ikhlas menghadapkan diri, jiwa dan raganya lillah, hanya semata untuk Allah swt. Jihad fi sabilillah.[]

Yogyakarta, 7 Januari 2020

Outbound: Bermain Menyenangkan dan Terarah

“Cara terbaik untuk membuat anak-anak betah di rumah adalah menciptakan suasana yang menyenangkan dan jauh dari kejenuhan.” (Dorothy Parker)

Pada kegiatan Outbond Pesantren Pemimpin Muda Berkemajuan (PESPAMA) Gelombang 5 pada hari ini. Ahad,5 januari 2020, diikuti oleh 153 mahasiswi Prodi TLM dan Manajemen Unisa. Hujan yang turun sejak malam, kebetulan reda, sehingga outbound bisa diselenggarakan sesuai dengan rencana.

Ayunda Novi, Febri, Lia dan Maya dari Hizbul Wathan Kafilah Unisa Yogyakarta siap memandu permainan. Untuk kelancaran kegiatan, sebagian peserta diberi tugas membantu pelaksanaan. Ada 4 mahasiswi yang bertugas di tiap running, yaitu Mirna (kelompok 1), Khofifah (kelompok 2), Suci (kelompok 3), dan Fitri Datun Solang (kelompok 4). Adapun 2 mahasiswi bertugas sebagai time keeper, yaitu Teti rahmawati dan Erniwati Astuti. Puput dan satu mahasiswi bertugas dokumentasi gambar dan video. Adapun Mezi bertugas menuliskan pengamatannya. Ini sebuah pembelajaran kecil berorganisasi.

Ada 4 permainan dalam outbound kali ini, yaitu Ambil Pipet,Kaki Seribu, Estafet Sarung, dan Air Mengalir. Setiap permainan diberi waktu selama 10 menit, dilanjutkan ke permainan selanjutnya, hingga semua kelompok pernah melakukan keempat permainan yang tersedia.

Pada permainan Ambil Pipet, peserta dituntut mampu bekerja sama dalam mengambil pipet yang berada di wadah. Satu per satu pipet harus diambil. Ini butuh kerjasama dan kesabaran.

Di permainan Kaki Seribu, peserta berjalan dengan posisi semua peserta duduk dan mengaitkan kakinya ke teman di depannya. Untuk berjalan peserta menggunakan tangan sebagai kakinya. Tak jarang kaitan peserta lepas, sehingga gagal sampai di garis finish. Peserta tiap sub kelompok diberi kesempatan untuk merundingkan strategi pencapaiannya. Ditandingkan lagi. Di sinilah peserta belajar berkomunikasi, membangun rasa saling percaya, saling mendukung dan kompak mencapai satu tujuan bersama.

Pada permaian Estafet Sarung, peserta diuji dalam kecepatan, kekompakan, dan manajemen waktu. Ingin berhasil sukses dalam waktu yang cepat adalah sifat manusiawi yang musti dilatih dalam kehidupan kita sehari-hari.

Terakhir, permainan Air Mengalir. Permainan ini agak sulit dan sangat membutuhkan kerja sama yang baik dalam kelompok. Tanggung jawab tiap individu sangat menentukan keberhasilan kelompok. Nilai yang dapat diambil dari permainan ini adalah kerjasama, tanggung jawab, kecepatan, ketangkasan, dan manajemen waktu dengan baik.

Semua peserta semangat dan antusias di setiap pos permainan, meskipun awalnya mereka tampak enggan. Beberapa catatan yang masih perlu menjadi perhatian adalah masih ada peserta yang kurang percaya diri selama permainan, tidak memakai sepatu dan tidak memakai baju olahraga sebagaimana ketentuan.

Kegiatan outbound diakhiri dengan sarapan bersama dilanjutkan De Brief. Peserta menceritakan apa kesan dan pesan yang didapat selama Outbound. Kelompok 1 diwakili Tiara (TLM) menyampaikan bahwa kerjasama membutuhkan musyawarah, komunikasi yang baik antar anggota dalam kelompok. Kelompok 2 diwakili Rifa (TLM) menyampaikan bahwa konsentrasi adalah fokus dalam tujuan yang ingin dicapai dalam kelompok. Kelompok 3 diwakili Meri (TLM) menyampaikan bahwa saling percaya adalah komitmen dalam kelompok . Kel 4 diwakili Amelia (Managemen) menyampaikan bahwa komunikasi penting demi kelancaran dalam kerjasama di dalam kelompok, agar komunikasi lancar perlu dilakukan musyawarah.